Sejarah DPAD Daerah Istimewa Yogyakarta

ERA SONO BUDOYO. Pada awal berdirinya, perpustakaan pertama kali di Indonesia bernama "Perpustakaan Negara RI" berdiri sejak bulan Januari 1948 atas anjuran Mr. Santosa (waktu itu menjabat Sekjen Kementrian PP dan K) dan Mr. Hendromartono. Sebagai pelaksana ditunjuk R. Patah, yang memulai tugas persiapannya bertempat di kamar samping dari Paviliyun Museum Sono Budoyo di Yogyakarta.

Sebagai modal pertaa dikumpulkan buku-buku, brosur-brosur, majalah-majalah dan surat kabar-surat kabar, yang terutama berasal dari pemberian hadiah atau sumbangan, antara lain dari Panitia Milik Bangsa Asing (PMBA), Komite Nasional Indonesia (KNI), Dewan Pertanahan Negara, P.F. Dahler, USIS, British Council, Bupati Pacitan dan juga berupa titipan dari Mr. Ali Sastroamidjojo, Rumah Penjara Yogyakarta, Prof. Dr. Poerbotjaroko serta ditambah dengan buku-buku dari pembelian.

ERA KOTABARU. Dalam rangka persiapan ini, pada pertengaha tahun 1948 telah dapat dibuka sebuah Ruang Baca bertempat di Jl. Mahameru dan dibuka tiga kali seminggu diwaktu sore dari jam 16.00 - 18.00 WIB dengan dilayani dua orang petugas. Koleksi yang dimiliki lama-kelamaan juga berkembang seiring dengan perkembangan perpustakaan pada masa itu.

ERA TUGU KIDUL. Setelah mengalami Aksi Militer Belanda ke II, maka dengan modal yang masih ada Perpustakaan mendapat gedung di Jl. Tugu 66, bekas "Opendar Keeszaal en Bibliotheek" buatan Belanda dan mendapat tambahan alat-alat meubeler serta buku-buku daro OLB. Sejak itulah persiapan-persiapan dilanjutkan dengan penuh ketekunan, disamping penambahan formasi pegawainya.

Pada tanggal 17 Oktober 1949 jam 16.30 WIB diresmikanlah kelahiran Perpustakaan Negara dengan nama lengkapnya "PERPUSTAKAAN NEGARA RI" oleh Y.M. Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Mr. Sarmidi Mangoensarkoro. Oleh Menteri R. Patah ditunjuk sebagai pengasuh Perpustakaan negara yang telah lama beliau siapkan.

berkat ketekunan pengasuh, maka Perpustakaan Negara yang lahir ditengah-tengah kancah revolusi fisik, makin lama makin berkembang. menurut rencana semula Perpustakaan Negara RI akan dijadikan perpustakaan Induk, ini sesuai dengan nama dan tempat kedudukannya di Kota Yogyakarta yang pada saat itu menjadi Ibukota Republik Indonesia. Berawal dari sinilah dikembangkan berdirinya perpustakaan-perpustakaan di seluruh pelosok tanah air, mulai dari perpustakaan provinsi hingga pembentukan perpustakaan kabupaten.

Mulai tahun 1950 Ruang Baca tidak hanya dibuka pada jam-jam kerja setiap harinya, tetapi juga tiap sore mulai jam 18.00 - 20.00 WIB. Akan tetapi ternyata sejarahlah yang menentukan...

Setelah terjadinya peleburan Negara Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950 dan Ibukota Republik Indonesia dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta, maka berubahlah peranan Perpustakaan Negara RI yang pada saat itu direncanakan menjadi induknya perpustakaan-perpustakaan di seluruh tanah air. Perpustakaan Negara di Semarang yang lahir kemudian, tidak mau lagi diasuh oleh Perpustakaan negara RI, tetapi menghendaki langsung dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta.

Sejak itulah kedudukan Perpustakaan Negara RI di Yogyakarta tidak lagi dipandang sebagai perpustakaan induk, melainkan hanya sebagai Perpustakaan Provinsi. dengan demikian nama "Perpustakaan Negara RI" tidak sesuai lagi, maka pada pertengahan tahun 1952 diganti nama "Perpustakaan Negara Departemen Pendidikan dan kebudayaan" Yogyakarta.

ERA MALIOBORO. Perpustakaan Negara berkembang terus dari tahun ke tahun, akhirnya pada tanggal 17 Maret 1952 Perpustakaan Negara harus meninggalkan gedung di Jl. Tugu 66 (Sekarang Jl. P. Mangkubumi), karena dipandang sudah tidak representatif lagi dan dipindahkan ke gedung yang lebih besar di Jl. Malioboro 175, yakni bekas Toko Buku dan penerbitan "Kolf Bunning" hingga saat ini. Kepala perpustakaan R. Patah mendapatkan hak pensiun pada tahun 1958 (wafat pada hari minggu tgl 30 April 1966) dan digantikan oleh Bp. Dajoesman. pada masa ini perpustakaan mulai mengembangkan dan menggunakan sistem klasifikasi DDC atas anjuran Biro perpustakaan Kementrian PP dan K waktu itu. sebelumnya koleksi Perpustakaan Negara menggunakan sistem klasifikasi katalogus berupa buku (Sheaf Catalog), seperti yang digunakan di Perpustakaan Museum Sono Budoyo dan Perpustakaan Museum LKI di Jakarta.

Pada masa ini perpustakaan mulai berkembang dengan menggunakan klasifikasi DDC secara bertahap. Atas prakarsa Bp. Sukarto Muksan (Wakil Kepala Perpustakaan Negara) dimulailah membuat katalogus subjek dengan istilah-istilah bahasa Indonesia dan dibuat pula perluasan DDC tentang Sejarah, Geografi, Bahasa, Sastra Indonesia yang dalam DDC edisi 15 belum diatur dengan sempurna.

Tahun 1973 Bp. Dajoesman memasuki masa pensiun dan digantikan oleh Bp. St. Kostka Soegeng yang sebelumnya mengasuh Perpustakaan Negara di Singaraja. sejak itu perpustakaan mulai mengalami perkembangan baik koleksi, peralatan, gedung, karyawan, layanan masyarakat sampai dengan pembinaan perpustakaan-perpustakaan lainnya, promosi dan bimbingan minat baca. Di bidang pembinaan SDM dilakukan dengan menyelenggarakan penataran-penataran ilmu perpustakaan umum dan perpustakaan sekolah.

Mulai tanggal 18 Oktober 1976 Perpustakaan Negara meningkatkan pelayanannya khusus untuk anak-anak dengan membuka "Taman Pustaka Kanak-Kanak" dibuka sore hari. untuk menarik minat anak-anak setiap dua minggu sekali diputarkan film anak-anak.

Sebagai pusat informasi Perpustakaan Negara di Yogyakarta mulai menerbitkan Bibliografi Daerah sebagai sarana untuk mengetahui karya-karya penerbitan yang ada di DIY dengan biaya dari Proyek pengembangan Perpustakaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Untuk media kegiatan perpustakaan diterbitkan pula Bulletin "SANGKAKALA" yang disebarkan ke masyarakat untuk edisi yang pertama Nomor 1 bulan Agustus 1975. Sebagai sarana promosi pada tanggal 21 September 1976 dibuat film cerita dengan judul "Peranan Perpustakaan Kepada Masyarakat" dengan sis pokok pelayanan perpustakaan.

ERA TENTARA RAKYAT MATARAM. Pada tahun 1978 nama Perpustakaan Negara Yogyakarta diganti menjadi "Perpustakaan Wilayah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta" berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0199/o/1978 tanggal 23 Juni 1978.

Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta tanggal 4 Juli 1981 Nomor 136/Hak/KPTS/1981, kepada Perpustakaan Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diberikan izin Hak Pakai Tanah pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terletak di Badran Kecamatan Jetis Kotamadya Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta dan juga dengan diterimanya DIP 1980/1981 dan 1981/1982 sejumlah Rp 121.000.000,- (seratus dua puluh satu juta rupiah), maka Perpustakaan Wilayah memiliki gedung baru.

Perpustakaan Wilayah unit badran (Jl. Tentara Rakyat Mataram No. 4 Yogyakarta) diresmikan pembukaannya pada tanggal 2 pebruari 1984 oleh Ibu Prof.Dr. Haryati Soebandio selaku Direktur Jendral Kebudayaan dengan biaya Rp 119.552.810,- (seratus sembilan belas juta lima ratus lima puluh dua ribu delapan ratus sepuluh rupiah) dalam jangka waktu pembangunan Januari 1981 s.d. Mei 1982. Dengan bertambahnya gedung baru ini maka mengingat gedung di Malioboro sudah terlalu padat dan terlalu ramai untuk sarana belajar, maka koleksi ilmiah diletakkan di Unit Badran sedangkan koleksi humaniora/hiburan, koleksi majalah dan surat kabar serta koleksi anak-anak ditempatkan di Unit Malioboro.