“Membedah Serat Munasihat Jati: Tradisi dan Kepercayaan Jawa tentang Penyakit dan Obat Abadi 19”
Balai Layanan Perpustakaan DPAD DIY menyelenggarakan webinar dengan tema “Membedah Serat Munasihat Jati: Tradisi dan Kepercayaan Jawa tentang Penyakit dan Obat Abadi 19” dengan diikuti oleh 295 Peserta. (16/07/2021) yang dibuka oleh Kepala Balai Layanan Perpustakaan, Dewi Ambarwati. Webinar ini menghadirkan 2 narasumber yaitu Prof. Dr. H. Bani Sudardi, M.Hum. dan Dr. Sri Harti Widyastuti, M.Hum. dengan moderator Gandes Yuningtyas.
Dalam pertemuan kali ini, Bani Sudardi menyampaikan bahwa serat Munasihat Jati berisi tentang wasiat-wasiat yang sesungguhnya karena keseimbangan antara lahir dan batin yang dijelaskan dengan menggunakan bahasa jawa baru. serat munasihat jati ini adalah jenis kitab tasawuf atau bisa disebut dalam sastra jawa itu sebagai sastra wulang yang sebagian berisi tentang ajaran-ajaran kesehatan . menurut konteks ilmu tasawuf juga menjelaskan tentang konsep-konsep pengobatan.
Pengobatan yang dilakukan dengan tradisi jawa ini mengenal dua bentuk yaitu bentuk memori dalam pengobatan seperti ketika anak demam panas maka diobati dengan menggunakan dadap “serep” agar segera “sirep” artinya demam panas pada anak akan menjadi turun. Bentuk tradisi tertulis seperti pada primbon dan serat centhini yang memiliki informasi tentang pemungutan jawa yang memiliki kekhasan tersendiri. Tentang tradisi pengobatan jawa bahwa dalam teks tertulis memiliki konsep tersendiri misalnya tentang hari lahir yang sakit, hari lahir seseorang menunjukan sakit apa saja yang akan diderita misalnya selasa pon yang katanya akan menderita penyakit pusing, dan sebagainya. Saat datangnya sakit menjadi pembimbing terhadap asal-usul penyakit, penyebab penyakit dan akibat dari penyakit.
Setiap penyakit pasti ada obatnya. Sakit yang bersumber dari api maka diobati dengan hal-hal yang panas sehingga panas ketemu dengan panas. Seperti yang biasa dilakukan di kalangan masyarakat itu ketika orang sakit demam panas maka dikompres dengan air panas. Dalam serat Munasihat Jati makan menentuhkan sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan. Serat ini mengingatkan bahwa makan barang tertentu akan berakibat tertentu seperti makan yang berduri berakibat mudah terkena senjata tajam dengan rasio bahwa makan-makanan yang berduri akan mudah melukai diri, ujar Bani Sudardi.
Sri Harti Widyastuti sebagai narasumber yang kedua, beliau menyampaikan bahwa Perkembangan ilmu kesehatan sudah semakin maju akan tetapi permasalahan pengobatan tidak pernah selesai karena menyampang dengan peradaban yang masih berkembang karena adanya gaya hidup, kemajuan teknologi, dan persoalan-persoalan yang memunculkan hal-hal diluar prediksi manusia. Pengobatan tradisional Indonesia untuk saat ini tidak signifikan karena dikesampingkan sehingga pengobatan luar negeri menjadi pengobatan alternatif bagi masyarakat. Manuskrip adalah wadah otentik ilmu yang mana ada kearifan lokal, sejarah, dan berbagai informasi yang sesuai dengan jamannya. Oleh karena itu sangat penting untuk dicermati karena manuskrip ini merupakan pengalaman dari para leluhur yang mungkin bisa dijadikan sebagai solusi atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi.
Pengobatan tradisional ini merupakan salah satu system pengobatan warisan budaya yang meliputi pengetahuan ketrampilan, praktek tentang kesehatan dan kesembuhan berdasarkan pada pengalaman, ilmu titen, kepercayaan, dan teori yang terkait dengan kebudayaan lokal yang diwariskan secara turun temurun.
Sumberdata ini bersumber dari 77 serat diantaranya Boekoe Primbon Djampi Djawi, Serat Primbon Djawi, Serat Primbon Saha Wirid, Serat Primbon, dan Buku Jampi. Kategori penyakit yang tertulis dari manuskrip ini terbangi menjadi penyakit umum (cacingan, demam,lesu, mata, kejang, encok,dll), penyakit dalam (sesak nafas, ampeg, uci-uci, hati, mutah darah,dd) Penyakit kulit, THT (tuli, budheg), penyakit mata, penyakit saluran kencing, penyakit perut, penyakit gig, syaraf, reproduksi dan kandungan, tulang, personalistik, dll.
Pengobatan tradisional ini menggunakan obat yang biasa disebut dengan jamu. Jamu yang merupakan warisan budaya karena sudah berusia sangat lama. Tradisi tulis yang ada sejak abad ke-7 tentang jamu ini dimungkinkan sepanjang hayat manusia ketika berada dalam posisi, pikiran, kesehatan, ketrampilan dan dalam keadaan berfikir. Karena dalam persoalan jamu, kesehatan dan pengobatan tradisional ini tentu ketika seseorang mengalami pesoalan terutama untuk kesehatannya, kemudian berkreasi, belajar dan mengatasi persoalan. Warisan budaya ini tanpak pada relief candi Borobudur, prambanan, penataran pada lontar dan manuskrip.
Kelebihan dari obat tradisional diantaranya yaitu efek samping rendah, dalam suatu tanaman memiliki lebih dari efek farmakologi (tanaman ini memiliki banyak kandungan manfaat, seperti alang-alang bermanfaat sebagai pengobatan pembersih darah, penyakit kelamin, ginjal, luka kurap,dll), lebih sesuai dengan penyakit metabolic degeneratif (penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolism).
Sifat jamu memiliki konsep majemuk, tiap tanaman hebal memiliki efek yang positif dan negative. Satu tanaman herbal terkadang harus dinetralisir dengan menciptakan formulasi khusus dari beberapa tanaman herbal lain tanpa menghilangkan kasiat utamanya. Jadi dikombinasikan antara kedua bahan tersebut.
Bahan bahan ini bisa kita lakukan sebagai upaya untuk melestarikan tanaman-tanaman yang dapat dijadikan sebagai obat. Kalau tidak ada pelestarian akan habis karena tanaman ini biasanya tumbuh di sawah-sawah sehingga ketika orang tidak paham dengan keberadaan tanaman ini sangat mungkin tanaman ini untuk punah, ujar Sri Harti Widyastuti.
Tim Humas Balai Yanpus DPAD DIY